BARU saja sebagian guru “dikagetkan” dengan kurikulum 2013, muncul
lagi gagasan adanya evaluasi terhadap kurikulum 2013. Apakah pertanda
akan ada kurikulum baru sesuai dengan hasrat presiden baru kita yaitu
kurikulum “revolusi mental”, atau tetap dengan kurikulum 2013 dengan
berbagai perbaikan, atau malah kembali ke KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan)?
Tentu yang pemerintah yang berwenang mengambil keputusan itu. Kita
sebagai ujung tombak di lapangan, mau tidak mau, suka tidak suka tentu
harus mengikuti arah pemerintah yang menahkodai perahu pendidikan
Indonesia ini. Semoga apapun yang diputuskan oleh pemerintah nanti
adalah yang terbaik baik anak-anak kita dan masa depan bangsa.
Kita menyadari bahwa perubahan kurikulum adalah sebuah keniscayaan,
tidak mungkin kurikulum tidak berubah sementara zaman terus berubah.
Bahkan sebagian ahli pendidikan mengatakan bahwa sebaiknya kurikulum itu
dievaluasi empat tahun sekali.
Akan tetapi perubahan yang begitu cepat tentu sangat mengagetkan bagi
kita yang merasakan bagaimana “repotnya” setiap perubahan kurikulum.
Belum saja kering bibir ini bicara kurikulum 2013; sekarang muncul
gagasan baru. Terlebih gagasan baru ini berbarengan dengan pergantian
kepemimpinan pemerintahan di republik ini.
Saya berpikir bahwa selain landasan pengembangan kurilum yang sudah
mapan ada saat ini (landassan filosofis, psikologis, sosiologis dan
Iptek), mungkin harus ditambahkan landasan politis, sebagai pelengkap
landasan pengembangan kurikulum di Indonesia. Karena sepertinya nuansa
politis juga mewarnai arah pendidikan di Indonesia.
Untuk suatu perubahan kurikulum, tentu selain memerlukan riset yang mendalam, pasti menghabiskan biaya yang sangat besar.
Saya tidak punya data berapa biaya yang telah dikeluarkan oleh kementerian pendidikan dan kebudayaan pada masa pemerintah Presiden SBY untuk perubahan kurikulum KTSP ke kuriklum 2013, dari mulai persiapan, riset, sosialisasi dan pelatihan, implementasi sampai pencetakan dan pendistribusian buku ke pelosok-pelosok, yang pasti bukan angka yang sedikit. Mungkin sebagian dari kita berpikir bahwa berapapun uang yang dikelauarkan tidak ada artinya demi perbaikan pendidikan di Indonesia.
Saya tidak punya data berapa biaya yang telah dikeluarkan oleh kementerian pendidikan dan kebudayaan pada masa pemerintah Presiden SBY untuk perubahan kurikulum KTSP ke kuriklum 2013, dari mulai persiapan, riset, sosialisasi dan pelatihan, implementasi sampai pencetakan dan pendistribusian buku ke pelosok-pelosok, yang pasti bukan angka yang sedikit. Mungkin sebagian dari kita berpikir bahwa berapapun uang yang dikelauarkan tidak ada artinya demi perbaikan pendidikan di Indonesia.
Namun demikian, ada pertanyaan yang sangat penting di jawab, bahwa
apakah benar perubahan ini murni atas dasar landasan ilmu an sich,
apakah tidak ada nuansa politis, apakah riset dan kajian kurikulum 2013
tidak bearti sama sekali, lalu bagaimana kesiapan guru-guru di lapangan
yang baru saja pelatihan kurikulum 2013. Jangan sampai beberapa tahun
ini energi kita habiskan hanya untuk perubahan kurikulum.
Saya berharap pemerintah bersikap bijak dalam mengadapi masalah ini.
Saya percaya, ada niat baik pak menteri pendidikan dasar dan menengah
untuk pendidikan Indonesia. Akan tetapi menurut saya, kalaupun ada
kekuarangan pada kurikulum 2013, mari kita perbaiki kekurangan itu,
tidak harus direcall secara keseluruhan. Karena masih banyak permasalahan pendidikan di Indonesia yang harus diurus. []
Penulis: Dr. Manpan Drajat. M.Ag., Ketua STAI KH EZ Muttaqien Purwakarta, Jawa Barat
Sumber: Islmpos.com

0 Komentar untuk "Kurikulum 2013, Akankah Diganti Kurikulum ‘Revolusi Mental’?"